Selasa, 30 Desember 2008

Untuk di Kenang

Diajeng #



Diajeng kaulah Pusara yang menanti pijakan kaki para Malaikat.
Kau lakasana senandung do'a dalam tangis dan tidur sang bayi,
dan kau adalah penyejuk segala rasa haus
yang menutupi pijakan kaki kaki mulia para suhada.
Diajeng kaulah Malaikat fajar
yang sering kali membangunkan tidur pak Tani
dari pengaruh sesat iblis iblis bumi.
Kau adalah cahaya keemasan itu dan kekekalan_Nya.
Dan kaulah Dia yang maha Indah.
Diajeng, dalam diam yang kau sangka maut, aku akan singgah.
Dalam penat yang kau anggap gerah aku akan menjelma.
Dalam dahaga yang kau sangka murka aku akan datang menjemputmu.
Dan dalam langkah galau yang kau tambahkan kegontaian,
aku akan datang membawamu dan mempersuntingmu.
Bersama awan dan kecerahan surga kau kan kubawa turut serta.
Dan dalam keindahan masa dan sepenuhnya pengabdian bumi
pada langit untuk mempertemukan keindahan_Nya,
maka itulah cintaku padamu, dan cinta kita, dan cinta ini.


Muharam 1429 H

Rabu, 24 Desember 2008

Surat Untuk Sang Kekasih #9

Mungkin terlalu dalam sakit yang kini kurasa…


Allah..
Mungkin bukan aku manusia yang
Kau tunjuk dan Kau beri amanat,
Mungkin pula bukan aku manusia yang
Kau pilih sebagai laki-laki yang Kau mau,
Mungkin bukan aku yang Kau tanamkan kepercayaan,
Mungkin bukan aku manusia yang baik itu,
Mungkin bukan aku yang Kau beri akhir yang indah,
Mungkin bukan aku yang Kau sempurnakan hidupku,
Mungkin bukan aku yang akan Kau beri rizki,
Mungkin bukan aku kenyataan yang Kau tunjukkan,
Mungkin bukan aku yang harus menjaganya,
Mungkin bukan aku yang kan mengakhiri kisah itu,
Mungkin bukan aku manusia yang siap memberi nafkah,
Mungkin bukan aku laki-laki fasih yang Kau harapkan,
Mungkin bukan aku yang kelak kan membimbingnya,
Mungkin bukan aku yang Kau pilih sebagai Wali,
Mungkin bukan aku yang beri hak untuk itu,
Mungkin bukan dan belum masaku.

Allah…
Mungkin belum masaku Kau tunjuk dan Kau beri amanat,
Mungkin belum masaku Kau pilih
sebagai laki-laki yang Kau mau,
Mungkin belum masaku Kau tanamkan kepercayaan,
Mungkin belum masaku Kau beri kabaikan itu,
Mungkin belum masaku Kau beri akhir yang indah,
Mungkin belum masaku Kau sempurnakan hidupku,
Mungkin belum masaku untuk menjadi nyata,
Mungkin belum masaku untuk menjaganya,
Mungkin belum masaku yang kan mengakhiri kisah itu,
Mungkin belum masaku memberi nafkah,
Mungkin belum masaku menjadi laki-laki fasih,
Mungkin belum masaku manjadi pembimbing,
Mungkin belum masaku manjadi Wali,
Mungkin belum masaku mandapati yang hak.

Allah…
Mungkin terlalu dalam sakit yang kini kurasakan,
Mungkin aku telah larut dalam buaian khayal,
Mungkin aku terlalu sombong,
Mungkin aku terlalu munafik,
Mungkin aku terlalu lamah menghadapi nafsuku,
Mungkin aku terlalu banyak membuat dosa,
Mungkin aku memang pantas mendapati perlakuan seperti ini.

Allah…
Aku sungguh-sungguh sangat bergantung kepada_MU
Aku sungguh sangat yakin kepada_MU
Aku sungguh-sungguh mencintai kedua orang tuaku
Aku sungguh sangat yakin kepada_MU
Aku percaya Muhammad utusan_MU
Aku percaya kepada malaikat_MU
Aku percaya kepada kitab suci_MU
Aku percaya dengan hari akhir_MU
Aku percaya qodok dan qodar_MU

Allah…
Aku sungguh-sungguh bersaksi bahwa
tiada Tuhan melainkan Engkau,
dan aku sungguh-sungguh bersaksi bahwa
nabi Muhammad adalah utusan_MU

Allah..
Aku sunguh-sungguh pernah menjalankan
Sholat lima waktu
Aku sungguh-sunguh pernah menjalankan puasa
Aku juga sungguh-sungguh telah berzakat
dan aku juga sungguh-sungguh ingin berziarah
ke makam Rosul Muhammad Shollallahu ‘alaihi Wassalam

Allah…
Aku sungguh-sungguh…
Aku berusaha untuk selalu ikhlas
Aku berusaha untuk mempertahankan sabar
dan aku berusaha untuk istiqomah

Allah…
Aku berjanji bahwa tiada aku
melainkan adanya Engkau
dan aku berjanji atas nama Engkau,
bahwa aku adalah Engkau,
dan Engkau selalu ada dalam aku

Pati, 24 Desember 2008 at. 23.45

Kamis, 30 Oktober 2008

Surat Untuk Sang Kekasih #6




Kamu benar Diajeng, tidak perlu mengundangku, karena aku yakin,
suatu saat nanti kebenaran akan berbicara.
Namun aku sudah tidak tahu lagi apa itu cinta.
Bagaimana aku hidup didunia tanpa cinta?
Dan bagaimana bisa menikah tanpa rasa cinta?

Aku hanya tersenyum sendiri kala mengenang kebersamaan kita.
Banyak janji yang telah kita berucap.
Lalu bagaimana dengan cintaku??? Akan kubawa dia terbang,
dan akan aku adukan kepada Rabb_ku,
dan aku berharap bisa kembali dengan selamat.
Aku sungguh tidak tahu apa yang terjadi denganku
dan bahkan denganmu. Karena aku bertanggung jawab atas takdirku,
sehingga aku akan kembali dan menjemput Roh_mu,
dan akan kukabulkan 1 permintaanmu, yang tak lain adalah
aku yang akan menerimamu apa adanya,
sekembalinya engkau dari belenggu ketakutanmu.
Aku bukan takdir_mu, dan bukan pula kebahagiaan_mu,
sebab pilihanmu ada ditanganmu, bukan mereka.
Dan inilah aku, yang dihidupku telah tertulis namamu,
dengan goresan indah dari sang maha Indah.
Dan inilah takdir_ku, yang rela menunggu sampai kau kembali.
I Love you so much.


Pati, 30 Oktober 2008

Sabtu, 25 Oktober 2008

Aku #9


Aku #9

Inilah aku yang menasbihkan diriku. Inilah aku yang menjadi raja bagi rakyatku. Inilah aku yang aku menjadikan ragaku sendiri sebagai abdiku. Inilah aku yang mendambakan nadiku sebagai pelaksanaku. Inilah aku yang mengutus hembusan angin menjadi penyambung nyawaku, yang mendirikan bentuk-bentuk senyawa baru dalam penyendirianku, yang menambah bala tentara dari hembusan nafasku, yang aku menjadikan waktu sebagai penasihatku, yang aku menggunakan telapak tanganku untuk memberi senyum ramah kepada dunia, yang aku menjadikan nyawa sebagai bentuk lain dari duniaku, yang aku membujuk hatiku untuk menjadi permaisuriku, yang aku membawa detak jantungku sebagai menantuku dan sekaligus sebagi putra mahkotaku, yang aku membagikan dagingku sebagai persembahan untuk rakyatku, tulangku dari rusuk sebelah kiriku kujadikan singgasana dalam peperanganku, yang aku memanggil lidahku sebagai prajurit untuk mengawalku, yang aku membawa turut serta pula otak dan kepalaku untuk kujadikan tangan kiriku, dan kupanggil mata hatiku menjadi tangan kananku, yang aku menjadikan telingaku untuk selir-selirku yang lain.

Inilah aku yang menaruhkan raga dan singgasanaku untuk menafkahi keluargaku yang tak lain adalah istri dan anak-anakku, orang tuaku, tetanggaku dan sahabatku, dan saudara-saudaraku. Inilah aku yang menyerukan tindakan terpuji dari segala ibadahku untuk keluargaku. Kuhembuskan setiap hela nafas untuk mereka. Kulangkahkan kakiku dari kanan, sejengkal demi sejengkal untuk kukabarkan rizki yang kuterima dari tangan Agung_Nya. Kepada istri dan anak-anakku kulapangkan hatiku demi ibadahnya. Kututup mata dari gambaran iblis dan kututup telinga dari nyanyian syetan penghuni ujung neraka.

Inilah aku yang dengan senandung rindu kudendangkan keseluruh penjuru desa. Kukabarkan tentang Iman_ku, tentang Islam_ku, tentang harta_ku, tentang ilmu_ku dan tentang nafkahku. Hanya satu jalan menuju Cinta melalui nyanyian rindu.

Inilah aku yang demi pucuk-pucuk mimpi kujegal langkah-langkah saudaraku dipengasingan mencari pengungsian. Kugunjingkan pula tentang kabar Iman yang selama ini telah tertata rapi didalam sanubari tetapi tertutup oleh kepekaan zaman. Kuselami pula laju mimpinya yang semakin kelam menuju tempat ke_Abadian. Kuikuti pula petunjuk yang muncul dikegelapan yang semakin redup oleh terangnya kemaksiatan. Kutinggalkan pesan yang tertulis indah dalam kitab-kitab yang telah terwariskan sebagi juru selamat untuk seluruh umat manusia.

Demi Waktu, untuk semua saudara-saudaraku sekandung, saudara-saudaraku yang lahir dari keturunan Adam yang ingin kembali selamat sampai ketempat persinggahan terakhir, dan bukanlah ditempat pengungsian yang seperti yang selama ini mereka gambarkan dalam senyum-senyum kemunafikan iblis. Aku kabarkan pula tempat terakhir yang akan kita tempati nanti untuk selamanya, dan bukanlah tempat-tempat pengungsian yang hanya sebagai tempat berlabuh sementara untuk mencari bekal yang mungkin pula adalah sesuap nasi dan seteguk air. Betapa jauhnya perjalanan untuk mencapai tujuan dengan selamat. Namun aku kabarkan kembali dengan ini, karena sungguh Dia telah memberikan kita jalan yang lurus dan terang benderang dengan tanpa menggunakan lampu-lampu kota yang penuh dengan kemaksiatan. Tangan kananku yang tak lain adalah mata hatiku akan menuntun kejalan yang telah tersedia dan bukan jalan-jalan semu hasil rekayasa iblis-iblis dunia. Dan semoga pula untuk telinga-telinga kita semua tidak tuli dengan kesombongan yang tercipta. Kukabarkan kepadamu pula lewat Agama, yang akan menjadikan hidupmu lebih indah dan teratur, sehingga kau tidak akan tersesat oleh keindahan dan bayangan semu. Demi Waktu itu, maka aku akan kembali dan menanyakan kembali tentang 3 pertanyaan terakhir yang akan aku ajukan untuk mendapatkan jawaban yang Haqq, tentang Imanku, tentang Islamku dan tentang Pengakuanku, yang apakah nantinya aku akan termasuk kedalam golongan orang-orang yang mendapat petunjuk dan selamat sampai ketempat tujuan.

Allahu Akbar Walillaahilhamdu.

Bersambung……**

Minggu, 27 Juli 2008

Aku #7

Aku ingin menangis ya Allah…

menangis sedu menantikan hadir_Mu. Aku ingin sekali bercerita kepada_Mu, tentang bagaimana perasaanku dan apa yang kurasa saat dia tak ada. Aku ingin bersujud dihadap_Mu, seperti ketika kubersujud mencium kaki kedua orang tuaku guna meminta restu. Aku ingin restu itu datang. Bersama dengan ridhlo_Mu wahai kekasih. Aku sudah terlampau jauh meninggalakn pusaraku, sehingga aku tak tau lagi kemana ku kan kembali.

Wahai Rabb, wahai kekasih..

Bagaimanakah ku harus menjauhi_Mu, sementara hidup dan matiku ada ditangan_Mu. Bagaimana mungkin ku kan tiada, sementara Kau selalu ada dan perkasa. Lalu bagaimana aku akan melakukan hal yang baru, sementara ditangan_Mu hanya tertera satu kata dan satu makna. Dan bagaimana aku kan melangkah, sementara jari jemari indah_Mu selalu memegangiku.

Ya Allah, ya kekasih..

Lihatlah dimataku ini yang seolah tiada lagi air mata. Lihat saja disetiap raut muka orang tuaku, yang seolah tak henti-hentinya mereka memintakan restu itu untuk aku, anak_Mu. Dunia kita berbeda, tapi cinta kita tetap satu. Cinta yang sejati milik dari sang Khaliq. Hidupku, matiku, jiwaku dan ragaku, tak lain semuanya hanya satu, Kau yang maha indah dan terpuji.

Angkatlah aku wahai kekasih..

Ajaklah aku berbicara kepada_Mu, seperti Kau mengajari kalimat pertama pada Adam.

Rengkuhlah aku wahai pesona indah..

Rengkuhlah aku peluklah aku dalam buaian cinta_Mu yang Agung. Dan jagalah aku, seperti Kau menjagakan anak burung dalam sangkarnya, ketika dia ditinggal pergi para induknya mencari makanannya, mengais rizki yang telah Kau bagikan untuk seluruh makhluk_Mu dan anak-anak_Mu.

Ya Allah..

Aku ingin sekali seperti anak_Mu yang lainnya, yang mereka bisa mengungkapkan kecintaannya pada_Mu, kepatuhannya kepada_Mu, sayangnya, kebahagiaannya yang hakiki dari_Mu, ibadahnya, amalannya, keikhlasannya, kemuliaannya serta keindahan budi perkertinya serta raut mukanya, yang kesemuanya mereka kembalikan kepada_Mu dengan kerendahan hatinya, dengan rasa takutnya hanya kepada_Mu, yang ketika mereka beranjak dari tempat sujudnya dengan mata yang berkaca-kaca dibalik semua kebahagiaannya setelah mereka tinggalkan nafsu duniawinya –walau hanya sekejap saja- demi menghadap_Mu, mempertanggungjawabkan semua yang telah Engkau titipkan pada mereka.

Aku ingin sekali juga mempunyai setitik harapan berjumpa dengan_Mu, wahai kekasih sejati, dengan wajah yang bersih sumpringah, seperti wajah sang bayi.

Aku ingin mengembalikan semua pinjamanku dengan selamat dan kontan, seperti ketika ku ucapkan kalimat syahadat " Asyhadu anlaa ilaa haillallah, wa asyhadu annaa muhammaddarrosullullah " dengan dihadapan para wali dan saksi, dengan mempelai wanita disampingku dan dengan orang tua-orang tua yang selalu ada dalam lubuk sanubari dan langkahku.

Allahu Akhbar Walillahilkhamdu….

Diajeng #

Diajeng #


Diajeng kaulah sang Pusara yang menanti pijakan kaki para Malaikat.
Kau lakasana senandung do'a dalam tangis dan tidur sang bayi,
dan kau adalah penyejuk segala rasa haus yang menutupi pijakan kaki kaki mulia para suhada.
Diajeng kaulah Malaikat fajar yang sering kali membangunkan tidur pak Tani dari pengaruh sesat iblis iblis bumi.
Kau adalah cahaya keemasan itu dan kekekalan_Nya.
Dan kaulah Dia yang maha Indah.
Diajeng, dalam diam yang kau sangka maut, aku akan singgah. Dalam penat yang kau anggap gerah aku akan menjelma. Dalam dahaga yang kau sangka murka aku akan datang menjemputmu. Dan dalam langkah galau yang kau tambahkan kegontaian, aku akan datang membawamu dan mempersuntingmu. Bersama awan dan kecerahan surga kau kan kubawa turut serta. Dan dalam keindahan masa dan sepenuhnya pengabdian bumi pada langit untuk mempertemukan keindahan_Nya, maka itulah cintaku padamu, dan cinta kita, dan cinta ini.

Minggu, 13 April 2008

Aku #4


Aku 4


Aku…
Kini ku berjalan seorang diri..
Menghadapi dunia ini sendiri..
Sepi…

Aku bagai melangkah tak bertepi..
Selalu sendiri..
Aku sepi..

Aku seakan mau meronta-ronta menjajakan diri..
Aku sendiri, diriku dan orang lain yang sendiri..

Beribu perasaan cinta menggoda hatiku yang sendiri..
Bagaikan layang-layang terbang tinggi…
Lalu kemudian melayang-layang dalam awan..
Setelah terputus dari tali..

Aku seperti lukisan malam yang sepi..
Hanya bertemankan gulita malam yang mencekam..
Serta dingin yang teramat sangat ketika musim kemarau…

Serasa aku kian galau..
Aku terus dibuai khayalan..
Seperti mengigau tiap kesempatan…

Sendiri itu sepi…
Bagaikan seorang raja yang selamat dari peperangan panjang..
Entah itu kemenangan, atau pun sandi menuju kejayaan..

Tapi yang pasti, sendiri itu bagaikan maut yang setiap saat bisa menjemput..

Aku lelaki yang setiap saat selalu sendiri..
Entah itu menyendiri ataukah mencari sepi..
Namun aku memang selalu sendiri..
Sebelum nanti datang mati.




Pati, 13 April 2008 at 20.30

Jumat, 28 Maret 2008

Surat Untuk Kekasih *__bag 1____…….

Surat Untuk Kekasih *__bag 1____…….

Salam,

Dear Khusnul,
Sayang, sekarang aku bisa melihat bahwa langit itu memang indah, meskipun tatkala mendung itu tiba, keindahan warnanya akan tampak suram. Namun dari sanalah aku bisa menemukan keindahannya. Karena akan datang pelangi harapan nan menawan, sesaat setelah mendung kelabu itu pamit.
Sayang, dari sana pula aku akan mampu menggapai makna ke_Agungan_Nya, nan mempesona jauh kelubuk hatiku. Jauh dari jangkauan maya seseorang, kegelapan itu akan datang dikala kita sudah pernah merasakan indahnya sinar kecerahan.
Sayang, aku akan selalu berteduh pada langit itu, meskipun langit mendung, berjuta gelombang badai dan angin topan yang menerjang seperti prahara, meski sampai langit runtuh sekalipun, aku tidak akan pernah enggan untuk melabuhkan harapanku kepersinggahan terakhirku itu. Tempat dimana aku akan menjalani kehidupan baru nantinya. Aku yakin kau akan selalu menjaga cinta kita ini. Hingga mungkin sampai ajal menjemputku nanti, dan meskipun mungkin saat itu kau tak pernah ada lagi disampingku, namun aku sangat yakin akan kuasa Rabb_ku. Aku mencintaimu kekasihku, begitu pula aku mencintai Allah dan Muhammadku. Begitu pula aku mencintai Orang Tuaku dan saudaraku dan sahabat-sahabatku. Aku sungguh sangat mencintai kalian, sama seperti Adam mencintai Hawa, dan Hawa memberikan kasih sayangnya yang tulus untuk anak-anak Adam, hingga sampailah pada kelahiran kita.
Sayang, aku sudah tahu untuk meyakinkanmu bahwa aku memang sudah jauh lebih tua darimu. Lihat saja dari tahun kelaiharan kita. Jika kamu memang dilahirkan dengan tahun Masehi, yang mana sudah mengalami penggubahan ketika memasuki abad ke-17/ke-18, maka aku dilahirkan pada masa kelender Hijriah. Maka sudah barang tentu aku akan mengalami flase penambahan sedikit waktu hidup.
Sayang, itu hanya sedikit saja mengenai beda kelahiran kita, yang kemudian malah membuatmu menjadi bimbang. Maka aku dalam kalimat ini menyatakan aku sedikit lebih tua darimu.
Sayang, dalam hidup ini bukannya faktor usia yang sudah tua, ataupun faktor definisi kaya atau miskin, dan juga bukan mengenai kebijaksanaan bentuk pemerintahan. Namun pada masa hidup_mu, dan hidup_ku, maka memang kita inilah yang akan mempertanggung jawabkan setiap bentuk perilaku kita ini kepada_Nya.
Sayang, jika nanti kamu telah berhasil menemukan kebahgiaan_mu, yang sudah dirancangkan oleh para orang_tua_mu, dan terutama orang yang merasa paling berjasa dalam hidup_mu, yang kau pun sendiri juga telah menyerahkan hidup_mu untuk mereka, maka kau boleh datang menjengukku, dengan kebahagiaan yang mungkin akan kalian pertunjukkan didepanku, dengan wajah yang sumpringah, dengan pakaian yang serba indah, kendaraan-kendaraan mewah, dan mungkin dengan para pengawal pribadimu, dan membawa beberapa buah peti emas, berisi emas, uang dan permata lainnya, yang akan kalian tinggalkan untukku, dengan maksud untuk menebus cinta yang pernah kau berikan untukku, dan akan kalian katakan bahwa “….inilah harta dan pangkat derajat dan jabatan serta nama besar, yang akan menjamin kebahagiaan….”, sehingga aku akan menambahkan “….terimakasih…”, dan kalian akan tertawa bangga melihat kehidupan_ku yang sendiri (menduda), yang hanya bertempat disebuah ruangan berukuran kecil, seluas meja makan_mu, seraya meninggalkan sebuah kalimat yang terdengar sangat keras, sekeras suara petir disaat musim mengalami peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau, “…dengan harta itu kau akan dapat makan sekenyangmu, kau bisa membeli kebahagiaanmu, dan kau pun bisa mendapatkan cinta dari beribu wanita lain, hanya dengan seper seribu dari harta itu. Ingatlah wahai kisanak, dengan harta itu kau akan bisa mendapatkan semua yang kau ingini, termasuk cinta dan kebahagiaan, juga kehormatan, pangkat dan derajat, dan yang pasti kehormatan..”, sementara aku akan tersenyum kecil sembari menambahkan beberapa kalimat murni dari apa yang kudapatkan “…kebahagiaan itu hanyalah bagi siapa yang merasakannya, bagaimana dia menerima, dari caranya dia bersyukur, bagaimana dia merasa cukup, dan bagaimana ia mengatur waktu. Aku sudah pernah hidup, mengenal, mananam dan mengenal cinta. Dari sanalah aku merasakan kebahagiaan itu. Aku hidup dengan cinta. Dan aku memang dilahirkan untuk mencintai sesamaku dan terutama Pangeranku. Aku mencintai adalah dari hati dan merasakan cinta_Nya melalui rasa Syukurku atas segala pemberian_Nya. Aku tidak pernah merasakan kesendirianku, meskipun yang kau lihat, aku dalam keadaan Duda. Paling tidak aku pernah merasakan sebentuk cinta yang tulus dari seorang gadis yang suci. Aku pernah merasakan sentuhan kasih sayang yang menawan, dari seorang perawan yang sedang merasakan cinta dari_Nya sang pemilik cinta. Dan aku sampai sekaarang pun masih merasakan cinta kasih_Nya yang Agung. Aku bahagia dengan rsa syukurku. Aku bisa berbahagia dengan mencintai. Dan aku, berbahagia dari semua ke_ikhlasan_ku menerima semua dari_Nya. Aku tidak hanya ingin mendapatkan kebahagiaan didunia ini saja, yang notabene hanyalah sementara waktu saja. Begitu juga dengan sukses, pangkat, derajat dan nama besar. Apalah artinya pangkat, derajat dan nama besar didunia, jikalau dimata Allah sang Rahmaan, kita tidak punya apa-apa. Sedangkan kesuksesan, tidak lain hanyalah bentuk semu dari kesombongan, jikalau kita tidak mampu menggunakannya, dan tak lain hanyalah sebuah jalan menuju kelembah kelalaian, jikalau kita tidak mampu mempertanggung jawabkan penggunaanya. Sukses, adalah sukses dunia, dan sukses di akhirat. Sukses, adalah jika kita berhasil mengakhiri hidup ini dalam keadaan Khusnul Khotimah, yang mana kesuksesan itu paling tidak sudah tercermin dari nama istriku sendiri yakni Khusnul Khotimah. Allah ya Rahmaan, ya Rahiim, ya Malik,
ya Qudduus, ya Salaam, ya Mu’min, ya Muhaimin, ya Aziiz, ya Jabbaar,
ya Mutakabbir, ya Khaaliq, ya Baari, ya Mushawwir, ya Ghaffaar, ya Qahhaar,
ya Wahhaab, ya Razzaaq, ya Fataah, ya ‘Aliim, ya Qaabidh, ya Baasith,
ya Khaafidh, ya Raafi’, ya Mu’iz, ya Mudzil, ya Sami’, ya Bashiir, ya Hakam,
ya ‘Adl, ya Lathiif, ya Khabiir, ya Haliim, ya ‘Azhiim, ya Ghafuur, ya Syakuur,
ya ‘Aliy, ya Kabiir, ya Hafiizh, ya Muqiit, ya Hasiib, ya Jaliil, ya Kariim,
ya Raqiib, ya Mujiib, ya Waasi’, ya Hakiim, ya Waduud, ya Majiid, ya Baa’its,
ya Syahiid, ya Haqq, ya Wakiil, ya Qawiyy, ya Matiin, ya Waliyy, ya Hamiid,
ya Muhshi, ya Mubdi, ya Mu’iid, ya Muhyi, ya Mumiit, ya Hayyu, ya Qayyuum,
ya Waajid, ya Maajid, ya Waahid, ya Ahad, ya Shamad, ya Qadiir, ya Muqtadir,
ya Muqaddim, ya Muakhkhir, ya Awwal, ya Aakhir, ya Zhaahir, ya Baathin,
ya Waali, ya Muta’ali, ya Barr, ya Tawwaab, ya Muntaqim, ya ‘Afuw, ya Ra’uuf,
ya Malikal Mulk, ya Dzaljalali Wal Ikraam, ya Muqsith, ya Jaami’, ya Ghaniy,
ya Mughni, ya Maani’, ya Dhaar, ya Naafi’, ya Nuur, ya Haadii, ya Badii’,
ya Baaqi, ya Waarits, ya Rasyiid, ya Shabuur.




**_____________bersambung______**

Minggu, 23 Maret 2008

Aku 3

Kini ada yang salah dalam hal ingatan yang aku bawa sejak aku lahir.
Aku enggak ingin tertawa sendiri dan juga ditertawakan.
Sementara waktu terus berjalan dan menawan kebahagiaan dengan keheningannya dan menertawakan yang tidak mau lagi mengikuti laju rodanya.
Aku tertawa, tapi aku tak sanggup lagi untuk menghentikan tawa ini, seperti tangis yang malah akan menimbulkan isak yang dalam jika harus terhenti sebelum waktunya, dan juga akan kembali menimbulkan isak tangis yang dalam jika terlarut-larut dalam tangis.
Allah, apakah aku masih waras seperti pertama kali Kau menurunkan Adam dalam keadaan telanjang dan belum pernah terkontaminasi dengan dunia yang penuh dengan kedustaan ini, sementara disana-sini orang-orang ramai mempermasalahkan siapa yang waras dan siapa yang tidak kala melihat kenyataan, kesanggupan manusia untuk melihat kenyataan dengan mata dan akalnya?
Muhammad, apakah aku termasuk kaum_Mu yang akan mendapat Syafa’at_Mu nanti kala kumenanti saat pertanggung jawaban, sementara aku malah hanya mementingkan diriku sendiri untuk seoarang gadis yang juga salah seorang umat_Mu yang Sholih?
Sahabat, apakah aku berhak memperoleh kepercayaan dari orang lain seperti beliau Rosulullah yang sangat percaya kepada Kalian, sementara aku hanya percaya pada diriku sendiri?
Wahai Syeh, apakah aku juga akan masuk kesurga, seperti Kalian yang sudah dijamin mendapatkan perlakuan yang istimewa dari_Nya sang Khaliq, yang memperlihatkan keagungan_Nya dari yang tampak pada makam-makammu yang selalu penuh sesak oleh para peziarah hanya untuk memaftuhkan do’a mereka dengan soan padamu, walau tidak sedikit dari mereka malah hanya membalikkan maksud dari yang tertuang dengan malah meminta-minta padamu, sementara aku tak lain hanyalah manusia hina yang penuh dengan nafsu dan angkara murka dan kemalasan yang tak lain semua itu hanyalah perilaku iblis-iblis penyesat manusia?
Wahai guru, apakah aku juga akan masih mendapatkan hak sebagai murid-muridmu yang lain, yang setiap kali akan selalu mengamalkan ilmunya darimu, dan selalu patuh padamu dan takkan rela orang lain menghinamu barang sekecap, sementara aku hanyalah bekas muridmu yang selalu ingkar dan malah meragukan ilmumu dan malah menjadi guru bagi orang-orang lain yang belum mampu menerima semua ilmu dari guru yang kudapat?
Wahai orang tua, kedua orang tuaku, para mertuaku, dan orang-orang yang lebih tua dariku, apakah aku juga akan berhak memperoleh sesuap nasi dan seteguk air darimu, ketika aku dalam keadaan gontai tak berdaya, ketika aku dalam keadaan yang sedemikian beratnya menanggung hutangku kerika kumasih muda, sementara aku telah melupakanmu dan malah menasehatimu seperti guru-guru dipengajian, dan aku telah berpisah dari anak-anakmu yang lain dan malah memilih jalanku sendiri dan malah memberikan nafkahku kepada menantu-menantumu yang tak kau restukan adanya?
____________*bersambung*_____________-

Sabtu, 15 Maret 2008

Hakekat - Islam


________________________________________________________

ISLAM

(Aku adalah Islam, sudah ‘Islam’kah kamu…?)

Sesudah shalat malam bersama,
beberapa santri yang besok pagi diperkenankan pulang kembali ke tengah masyarakatnya, dikumpulkan oleh Pak Kiai di zawiyyah sebuah masjid.

Seperti biasanya, Pak Kiai bukannya hendak memberi bekal terakhir,
melainkan menyodorkan pertanyaan-pertanyaan khusus, yang sebisa mungkin belum usah terdengar dulu oleh para santri lain yang masih belajar di pesantren.

"Agar manusia di muka bumi ini memiliki alat dan cara untuk selamat kembali ke Tuhannya," berkata Pak Kiai kepada santri pertama,
"apa yang Allah berikan kepada manusia selain alam dan diri manusia sendiri?"

"Agama," jawab santri pertama.

"Berapa jumlahnya?"

"Satu."

"Tidak dua atau tiga?"

"Allah tak pernah menyebut agama atau nama agama selain yang satu itu,
sebab memang mustahil dan mubazir bagi Allah yang tunggal untuk memberikan lebih dari satu macam tuntunan."
**

Kepada santri kedua Pak Kiai bertanya,
"Apa nama agama yang dimaksudkan oleh temanmu itu?"

"Islam."

"Sejak kapan Allah mengajarkan Islam kepada manusia?"

"Sejak Ia mengajari Adam nama benda-benda."

"Kenapa kau katakan demikian?"

"Sebab Islam berlaku sejak awal mula sejarah manusia dituntun. Allah sangat adil.
Setiap manusia yang lahir di dunia, sejak Adam hingga akhir zaman, disediakan baginya sinar Islam."

"Kalau demikian, seorang Muslimkah Adam?"

"Benar, Kiai. Adam adalah Muslim pertama dalam sejarah umat manusia."
**

Pak Kiai beralih kepada santri ketiga. "Allah mengajari Adam nama benda-benda," katanya, "bahasa apa yang digunakan?"

Dijawab oleh santri ketiga, "Bahasa sumber yang kemudian dikenal sebagai bahasa Al-Qur'an."

"Bagaimana membuktikan hal itu?"

"Para sejarahwan bahasa dan para ilmuwan lain harus bekerja sama untuk membuktikannya.
Tapi besar kemungkinan mereka takkan punya metode ilmiah, juga tak akan memperoleh bahan-bahan yang diperlukan. Manusia telah diseret oleh perjalanan waktu yang sampai amat jauh sehingga dalam kebanyakan hal mereka buta sama sekali terhadap masa silam."

"Lantas bagaimana mengatasi kebuntuan itu?"

"Pertama dengan keyakinan iman. Kedua dengan kepercayaan terhadap tanda-tanda yang terdapat dalam kehendak Allah."

"Maksudmu, Nak?"

"Allah memerintahkan manusia bersembahyang dalam bahasa Al-Qur'an.
Oleh karena sifat Islam adalah rahmatan lil 'alamin,
berlaku universal secara ruang maupun waktu,
maka tentulah itu petunjuk bahwa bahasa yang kita gunakan untuk shalat adalah bahasa yang memang relevan terhadap seluruh bangsa manusia.
Misalnya, karena memang bahasa Al-Qur'anlah yang merupakan akar, sekaligus puncak dari semua bahasa yang ada di muka bumi."
**

"Temanmu tadi mengatakan," berkata Pak Kiai selanjutnya kepada santri keempat,
"bahwa Allah hanya menurunkan satu agama. Bagaimana engkau menjelaskan hal itu?"

"Agama Islam dihadirkan sebagaimana bayi dilahirkan," jawab santri keempat,
"Tidak langsung dewasa, tua atau matang, melainkan melalui tahap-tahap atau proses pertumbuhan."

"Apa jawabmu terhadap pertanyaan tentang adanya berbagai agama selain Islam?"

"Itu anggapan kebudayaan atau anggapan politik bukan anggapan akidah."

"Apakah itu berarti engkau tak mengakui eksistensi agama-agama lain?"

"Aku mengakui nilai-nilai yang termuat dalam yang disebut agama-agama itu
--sebelum dimanipulasikan--
sebab nilai-nilai itu adalah Islam jua adanya pada tahap tertentu,
yakni sebelum disempurnakan oleh Allah melalui Muhammad rasul pamungkasNya. Bahwa kemudian berita-berita Islam sebelum Muhammad itu dilembagakan menjadi sesuatu yang disebut agama --dengan, ternyata, berbagai penyesuaian, penambahan atau pengurangan-- sebenarnya yang terjadi adalah pengorganisasian.
Itu bukan agama Allah, melainkan rekayasa manusia."
**

Pak Kiai menatapkan matanya tajam-tajam ke wajah santri kelima sambil bertanya,
"Agama apakah yang dipeluk oleh orang-orang beriman sebelum Muhammad?"

"Islam, Kiai."

"Apa agama Ibrahim?"

"Islam."

"Apa agama Musa?"

"Islam."

"Dan agama Isa?"

"Islam."

"Sudah bernama Islamkah ketika itu?"

"Tidak mungkin, demikian kemauan Allah, ada nama atau kata selain Islam
yang sanggup mewakili kandungan-kandungan nilai petunjuk Allah.
Islam dan kandungannya tak bisa dipisahkan, sebagaimana api dengan panas atau es dengan dingin.
Karena ia Islam, maka demikianlah kandungan nilainya.
Karena demikian kandungan nilainya,
maka
Islamlah namanya.
Itu berlaku baik tatkala pengetahuan manusia telah mengenal Islam atau belum
."
**

"Maka apakah gerangan arti yang paling inti dari Islam?"
Pak Kiai langsung menggeser pertanyaan kepada santri keenam.

"Membebaskan," jawab santri itu.

"Pakailah kata yang lebih memuat kelembutan!"

"Menyelematkan, Kiai."

"Siapa yang menyelamatkan, siapa yang diselamatkan, serta dari apa dan menuju apa proses penyelamatan atau pembebasan itu dilakukan?"

"Allah menyelamatkan manusia, diaparati oleh para khulafa' atas bimbingan para awliya dan anbiya. Adapun sumber dan tujuannya ialah membebaskan manusia dari kemungkinan tak selamat kembali ke Allah. Manusia berasal dari Allah dan sepenuhnya milik Allah,
sehingga Islam --sistem nilai hasil karya Allah yang dahsyat itu-- dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari cengkeraman sesuatu yang bukan Allah."

"Apa sebab agama anugerah Allah itu tak bernama Salam, misalnya?"

"Salam ialah keselamatan atau kebebasan. Itu kata benda. Sesuatu yang sudah jadi dan tertentu. Sedangkan Islam itu kata kerja. Berislam ialah beramal, berupaya, merekayasa segala sesuatu dalam kehidupan ini agar membawa manusia kepada keselamatan di sisi Allah."
**

Pak Kiai menuding santri ketujuh, "Tidakkah Islam bermakna kepasrahan?"

"Benar, Kiai," jawabnya, "Islam ialah memasrahkan diri kepada kehendak Allah. Arti memasrahkan diri kepada kehendak Allah ialah memerangi segala kehendak yang bertentangan dengan kehendak Allah."

"Bagaimana manusia mengerti ini kehendak Allah atau bukan?"

"Dengan memedomani ayat-ayatNya, baik yang berupa kalimat-kalimat suci maupun yang terdapat dalam diri manusia, di alam semesta, maupun di setiap gejala kehidupan dan sejarah.
Oleh karena itu Islam adalah tawaran pencarian yang tak ada hentinya."

"Kenapa sangat banyak orang yang salah mengartikan makna pasrah?"

"Karena manusia cenderung malas mengembangkan pengetahuan tentang kehendak Allah.
Bahkan manusia makin tidak peka terhadap tanda-tanda kehadiran Allah di dalam kehidupan mereka. Bahkan tak sedikit di antara orang-orang yang rajin bersembahyang, sebenarnya tidak makin tinggi pengenalan mereka terhadap kehendak Allah. Mereka makin terasing dari situasi karib dengan kemesraan Allah. Hasilnya adalah keterasingan dari diri mereka sendiri. Tetapi alhamdulillah, situasi terasing dan buntu yang terjadi pada peradaban mutakhir manusia, justru merupakan awal dari proses masuknya umat manusia perlahan-lahan ke dalam cahaya Islam. Sebab di dalam kegelapanlah manusia menjadi mengerti makna cahaya."
**

"Cahaya Islam. Apa itu gerangan?"

Santri ke delapan menjawab, "Pertama-tama ialah ilmu pengeahuan.
Adam diajari nama benda-benda. Itulah awal mula pendidikan kecendekiaan, yang kelak direkonstruksi oleh wahyu pertama Allah kepada Muhammad, yakni iqra'
.
Itulah cahaya Islam, sebab agama itu dianugerahkan kepada makhluk tertinggi yang berpikiran dan berakal budi yang bernama manusia."

"Pemikiranmu lumayan," sahut Pak Kiai, "Cahaya Islam tentunya tak dapat dihitung jumlahnya serta tak dapat diukur keluasan dan ketinggiannya:
kita memerlukan tinta yang ditimba dari tujuh lautan lebih untuk itu.
Bersediakah engkau kutanyai barang satu dua di antara kilatan-kilatan cahaya mahacahaya itu?"

"Ya, Kiai."

"Sesudah engkau sebut Adam, apa yang kau peroleh dari Idris?"

"Dinihari rekayasa teknologi."

"Dari Nuh?"

"Keingkaran terhadap ilmu dan kewenangan Allah."

"Hud?"

"Kebangunan kembali menuju salah satu puncak peradaban dan teknologi canggih."

"Baik. Tak akan kubawa kau berhenti di setiap terminal.
Tetapi jawablah: pada Ibrahim, terminal Islam apakah yang engkau temui?"

"Rekonstruksi tauhid, melalui metode penelitian yang lebih memeras pikiran dan pengalaman secara lebih detil."

"Pada Ismail?"

"Pengurbanan dan keikhlasan."

"Ayyub?"

"Ketahanan dan kesabaran."

"Dawud?"

"Tangis, perjuangan dan keberanian."

"Sulaiman?"

"Ke-waskita-an, kemenangan terhadap kemegahan benda, kesetiaan ekologis dan keadilan."

"Sekarang sebutkan yang engkau peroleh dari Musa!"

"Keteguhan, ketegasan haq, ilmu perjuangan politik, tapi juga kedunguan dalam kepandaian."

"Dari Zakaria?"

"Dzikir."

"Isa?"

"Kelembutan cinta kasih, alam getaran hub."

"Adapun dari Muhammad, anakku?"

"Kematangan, kesempurnaan, ilmu manajemen dari semua unsur cahaya yang dibawa oleh para perutusan Allah sebelumnya."
**

Akhirnya tiba kepada santri kesembilan.
"Di tahap cahaya Islam yang manakah kehidupan dewasa ini?"

"Tak menentu, Kiai,"
jawab sanri terakhir itu,
"Terkadang, atau bahkan amat sering,
kami adalah Adam yang sembrono dan nekad makan buah khuldi.
Di saat lain
kami adalah Ayyub --tetapi-- yang kalah oleh sakit berkepanjangan dan putus asa
oleh perolehan yang amat sedikit. Sebagian kami memperoleh jabatan seperti
Yusuf tapi tak kami sertakan keadilan dan kebijakannya;
sebagian lain malah menjadi Yusuf yang dicampakkan ke dalam sumur tanpa ada yang mengambilnya. Ada juga golongan dari kami yang telah dengan gagahnya membawa kapak bagai
Ibrahim, tapi sebelum tiba di gudang berhala,
malah berbelok mengerjakan sawah-sawah Fir'aun atau membelah kayu-kayu untuk pembangunan istana diktator itu."

Pak Kiai tersenyum, dan santri itu meneruskan,
"Mungkin itu yang menyebabkan seringkali kami tersembelih bagai Ismail,
tapi tak ada kambing yang menggantikan ketersembelihan kami."

"Maka sebagian dari kami lari bagai Yunus: seekor ikan paus raksasa menelan kami,
dan sampai hari ini kami masih belum selesai mendiskusikan dan menseminarkan
bagaimana cara keluar dari perut ikan."

Pak Kiai tertawa terkekeh-kekeh.

"Kami belajar pidato seperti Harun,
sebab dewasa ini berlangsung apa yang disebut abad informasi.
Tetapi isi pidato kami seharusnya diucapkan 15 abad yang lalu,
padahal Musa-Musa kami hari ini tidaklah sanggup membelah samudera."

"Anakku," Pak Kiai menyela,
"pernyataan-pernyataanmu penuh rasa sedih dan juga semacam rasa putus asa."

"Insyaallah tidak, Kiai," jawab sang santri,
"Cara yang terbaik untuk menjadi kuat ialah menyadari kelemahan.
Cara yang terbaik untuk bisa maju ialah memahami kemunduran.
Sebodoh-bodoh kami, sebenarnya telah pula berupaya membuat tali berpeluru Dawud untuk menyiapkan diri melawan Jalut.
Tongkat Musa kami pun telah perlahan-lahan kami rekayasa,
agar kelak memiliki kemampuan untuk kami lemparkan ke halaman istana Fir'aun dan menelan semua ular-ular sihir yang melata-lata.
Kami juga mulai berguru kepada Sulaiman si raja agung pemelihara ekosistem.
Seperti Musa kami juga belajar berendah hati kepada ufuk ilmu Khidhir.
Dan berzikir. Bagai Zakaria, kami memperpeka kehidupan kami agar memperoleh kelembutan yang karib dengan ilmu dan kekuatan Allah.
Terkadang kami khilaf mengambil hanya salah satu watak Isa, yakni yang tampak sebagai kelembekan.
Tetapi kami telah makin mengerti bagaimana berguru kepada keutuhan Muhammad,
mengelola perimbangan unsur-unsur, terutama antara cinta dengan kebenaran.
Sebab tanpa cinta, kebenaran menjadi kaku dan otoriter.
Sedangkan tanpa kebenaran, cinta menjadi hanya kelemahan, keterseretan, terjebak dalam kekufuran yang samar, hanyut dan tidak berjuang."
**

Betapa tak terbatas apabila perbincangan itu diteruskan jika tujuannya adalah hendak menguak rahasia cahaya Islam.

"Sampai tahap ini," kata Pak Kiai, "cukuplah itu bagi kalian, sesudah dua pertanyaan berikut ini kalian jawab."

"Kami berusaha, Kiai," jawab mereka.

"Bagaimana kalian menghubungkan keyakinan kalian itu dengan keadaan masyarakat dan negeri di mana kalian bertempat tinggal?"

"Kebenaran berlaku hanya apabila diletakkan pada maqam yang juga benar.
Juga setiap kata dan gerak perjuangan," berkata salah seorang.

"Sebaik-baik urusan ialah di tengah-tengahnya, kata Rasul Agung. Harus pas. Tak lebih tak kurang," sambung lainnya.

"Muhammad juga mengajarkan kapan masuk Gua Hira, kapan terjun ke tengah masyarakat," sambung yang lain lagi.

"Mencari titik koordinat yang paling tepat pada persilangan ruang dan waktu,
atau pada lalu lintas situasi dan peta sejarah."

"Ada dakwah rahasia, ada dakwah terang-terangan."

"Hikmah, maw'idhah hasanah, jadilhum billati hiya ahsan."

"Makan hanya ketika lapar, berhenti makan sebelum kenyang.
Itulah irama. Itulah sesehat-sehat kesehatan, yang berlaku bagi tubuh maupun proses sejarah."

"Perjuangan ialah mengetahui kapan berhijrah ke Madinah dan kapan kembali ke Makkah untuk kemenangan."

"Dan di atas semua itu,
Rasulullah Muhammad bersedia tidur beralaskan daun kurma atau bahkan di atas lantai tanah."

Pak Kiai tersenyum, "Apa titik tengah di antara kutub kaku dan kutub lembek, anak-anakku?"

"Lentur, Kiai!" kesembilan santri itu menjawab serentak, karena kalimat itulah memang yang hampir setiap hari mereka dengarkan dari mulut Pak Kiai sejak hari pertama mereka datang ke pesantren itu.

"Fal-yatalaththaf!"
ucap Pak Kiai akhirnya sambil berdiri dan menyalami santri-santrinya satu per satu,
"titik pusat Al-Qur'an!"

1987
Emha Ainun Nadjib

digubah : diajeng.aziz@gmail.com; komengpasfm_aziz@yahoo.com

Minggu, 09 Maret 2008

Kekasih

Diajeng…
Senyum yang indah kala membuka hari bersama senyum ramah sang mentari itu,
kini sudah tak kan lagi kulihat.
Wajah indahmu yang menemani setiap mimpiku saat malam semakin dingin menggeluti tubuhku yang kian mengecil ini, kini hanya tinggal kenangan saja.
Suara merdu sang kekasih yang dulu sering kau lantunkan untukku saat ku sakit dan rindu,
kini akan hanya menjadi nyanyian sesat dalam lantunan iblis-iblis pinggir kota ini.
Jalan-jalan yang dulu menanti pijakan langkahmu yang mulia pada setiap paginya,
kini menjadi kubangan-kubangan kotor yang semakin memburuk oleh pijakan-pijakan maut.
Buaian rindu yang dulu selalu menghiasi malam-malam ku dan malammu,
kini hanya menjadi bualan saja oleh nasihat orang-orang baik.
Sudah semestinya…………….

Diajeng…
“….Apalah jadinya arti hidup ini tanpamu…., …kebahagaian itu kini lenyaplah sudah…, dll”.
Dalam setiap masanya diajeng, cinta itu akan membuat hidup kita menjadi indah.
Cinta kita ini pun sudah semestinya akan manjadi baik,
“…sebab cinta yang dibalut dengan air mata, akan bertahan lebih lama dan akan senantiasa indah menghiasi dunia…..”.

Diajeng….
Mudah-mudahan kau akan hidup bahagia sampai akhir masamu nanti. Sementara biarkan saja perasaan cintamu itu berjalan dengan sendirinya dan biarkan ia hidup sendiri menghidupi dirinya sendiri dengan cinta itu. Biarkan rasa cintamu padaku yang masih tersisa itu mengisi tempat tersendiri, jauh direlung hatimu yang terdalam. Agar supaya nanti tatkala malaikat juru pati itu datang dan menanyakannya kepadamu, maka rasa cinta itu yang akan menjawabnya. Perasaan itu hanyalah untuk memenuhi janjimu padaku, dan untuk menjawab keragu-raguanmu atas cinta yang Haqq, cinta yang telah kita lalui bersama dalam suka maupun duka.

Diajeng…
Sebaiknya biar aku saja yang meminta maaf kepadamu, dan kepada semua orang yang telah aku berbuat salah kepadanya, baik yang secara jelas aku lakukan maupun yang transparan telah sengaja aku lakukan, maupun kesalahan-kesalahan yang aku sendiri pun tidak tahu telah membuat hati orang lain sakit dan membenciku. Biar aku merelakan perasaanku ini, yang karena kau pun telah dengan kuat memilih “dia” (yang lain) sebagai penggantiku.

Diajeng…
Sampai saat ini pun aku belum tahu siapa “dia” yang telah terpilih sebagai penggantiku. Bahkan kau sendiri pun tidak pernah memberi tahuku. Sampai saat ini langit masih membisu dan menutup semua tentangmu. Langit hanya mampu mengirimkan mendung dan hujan, yang seolah ia tahu tentang mendung dukaku dan tangis hatiku. Tiap hari aku hanya melihat mata-mata yang seolah turut menangisi kekalah “cinta”.

Diajeng…
Bila memang benar cinta telah kalah… itu berarti aku pun telah kalah. Aku tidak pernah menyerah, apalagi menyerahkan semua yang kucinta dengan begitu saja, apalagi kepada siapa saja. Sampai sekarang pun aku sangat mencintaimu. Aku sangat sayang padamu diajeng…..
Aku sangat rindu kamu.
Aku tidak bisa melepas semua kenangan yang telah kita buat.
Aku merasa kebahagiaan itu kini lenyap sudah.
Aku seolah ingin membuang jauh semua kenyataan yang telah membuyarkan mimpiku.

“….Warna seperti menghilang di kota ini. Hitam dan putih masa lalu telah membisu. Semua berakhir disini, tempatku mulai bermimpi. Terasa masih menangis disini. Langkahmu yg telah pergi. Udara kini berubah, di kota mati. Seperti kisah masa lalu kini membisu.
Sayang, coba dengar ku berbisik, dari suaraku yg tak mengering. Hatiku telah mati disini, terdiam dan tak mendengar...”

Diajeng…
Aku selalu dihantui ketakutan. Aku takut tentang hari esok kala kau telah tiada. Aku semakin mengerut kala aku harus terbangun dan sadar tanpamu. Aku semakin menciut nyali kala suatu saat nanti jika aku harus membagi cinta ini kelain hati. Aku sangsi. Aku menyangsikan kehidupanku sendiri kala kau tinggalkan.

Diajeng….
Sungguh, jika seandainya aku diberi lebih oleh Allah unutk semua kecintaan dan keinginan serta yang kau takutkan, maka aku akan mendatangimu dan menjemputmu kala itu pula. Karena aku memang sangat mencintaimu, dan sudah pastilah jika aku bisa, maka aku akan membuatmu bahagia melebihi kebahagiaan yang kau tahu. Karena memang kebahagiaan itu tidak bisa dibeli. Kenahagiaan itu hanya kita yang rasa. Bahkan gambaran tentang kebahagiaan yang diberikan padamu oleh sang pembimbingmu dan olehmu, itu pun tidak akan mampu menjamin bahwa orang yang bergelimang harta itu akan bahagia. Atau juga sebaliknya, bahwa orang hidupnya selalu dengan kemiskinan itu tak kan pernah lepas dari derita dan tidak mungkin sanggup ber-Haji.

Diajeng….
Sungguh indah jika kita mampu menggapai makna atau hakikat dari kebahagiaan itu sayang…. Mungkin akan sama dengan semua yang telah merasakan kebahagiaan saat-saat, detik-detik berjumpa dengan sang Kekasih…..
…….bersambung.







Pati, 090308 (www.azizgabussaridin.blogspot.com)

Minggu, 02 Maret 2008

Aku 2

                 R - I - N - D - U

Sayang... 
Aku rindu kamu..
Aku sungguh merindukanmu..


Maret, 2008

Minggu, 24 Februari 2008

Aku - Untukmu

Selamanya untuk Menerima


Sobat, inilah aku dengan semua keburukanku,
dari setiap helai nadiku dan hembusan nafasku,
yang kemudian akan menyita seluruh naluriku untuk maju,
dan selanjutnya akan menjatuhkanku,
kedalam nilai-nilai belenggu yang masih hijau,
dan seterusnya tidak akan tampak lagi,
dari suatu kedigdayaan tersembunyi.
Namun untuk hal terpenting dalam hidupmu,
tinggalkan naluri hanya untuk dirinya saja,
dan buang saja jauh-jauh prasangka,
dan setiap buruk sangka,
yang kau saksikan akan mampu
merubah kemandirian suatu bangsa.
Kemudian aku akan berjalan melewati padang hatimu,
dan akan kutinggalkan sebuah nyanyian merdu,
yang mungkin saja akan merubahmu,
kedalam bentuk suatu nyanyian dan tangisan malam,
untuk kehidupan anakmu kelak.
Dan suatu ketika, ketika aku kembali,
dari suatu pengabdian yang sangatlah tua,
untuk mempertanyakan kembali maksud
dan keingninan untuk hidup bahagia,
bersama orang orang yang tercinta,
hanya untuk sekedar mengistirahatkan punggungku,
dari rasa lelah yang berkepanjangan,
setelah menempuh perjalanan ribuan mil jauhnya.
Wahai sobat, mungkin saat itu pula aku akan bertanya,
tentang perasaanmu selama ini,
juga tentang tenaga yang kau rasakan selama itu.
Mungkin pula kau akan merasakan lelah yang berkepanjangan,
saat kau mengagumi pribadi seseorang.
Bahkan selama dan sejauh itu kau berjalan,
kau hanya akan menemui sebongkah batu didepanmu,
karena memang jika kau hanya menggunakan akalmu,
tanpa menggunakan hati, dan perasaan pula didalamnya,
juga sebentuk jiwa dan lautan pemikiran yang lembut,
karena untuk menemui kelembutan dan menyentuhnya,
kau pun diharuskan untuk membasuh muka
dan kedua tangan dan kakimu.
Jadi sekarang, jangan kau mengatakan kau tidak akan pernah tahu,
tetapi katakan kau tahu, dan mau.
Berangkatlah kawan,
dengan menggunakan kekuatanmu yang masih ada,
dan maafkanlah setiap kesalahan yang pernah kau buat,
dan masuklah kedalam relung jiwa orang-orang yang menerima.
Sungguh, mudah-mudahan, sebentuk cinta yang aku uraikan ini,
akan memberi kecerahan untuk hatimu, dan semua keindahanmu.
Yang mungkin tanpa kau sadari kau telah membalutnya
dengan kain hitam yang menebal oleh asap.
Selamat malam, sambutlah cinta yang agung,
dengan cintamu yang tulus pula.


Salam……….

Jumat, 22 Februari 2008

Salam Rindu 2 - Rasa Syukur

Diajeng……
Kini kepingan rindu telah membatu. Dan aku pun tak tahu lagi.
Apakah akan kutanam, atau akan kulemparkan saja ke air yang membanjiri wilayah ini.
Atau apakah akan aku wariskan kepada seseorang yang mau merawatnya.
Aku enggak pernah mau memiliki sesuatu yang buatku malah akan menjadikan fitnah.
Aku hanya menginginkan keinginanku, yang membuat aku selalu merindu.
Tapi sekarang aku sudah lupa dimana aku menaruh rindu itu kemarin.
Seingatku aku masih berharap kekasihku mau menerima rindu itu.
Namun yang terjadi hanya sebatas kata.
Padahal aku sangat berharap kekasihku akan senang dan membuatku tenang.
Seketika itu aku sangat membutuhkan dirinya.
Dan seketika itu pula aku sangat ingin menemuinya, yang meskipun jika aku tidak bisa menemuinya, mendengar suara merdunya aku juga sudah cukup puas.
Atau paling tidak aku bisa membaca kalimat-kalimat indahnya yang dia kirimkan kepadaku,
dan hanya kepadaku.
Diajeng….
Namun sesaat itu juga aku malah menerima kriman yang membuatku semakin tak karuan.
Aku malah mendapati kiriman yang membuatku “gila”. Kamu tahu kenapa?
Karena saat itu aku memakan semua rindu yang kupunya.
Aku enggak tahu lagi apa yang harus aku lakukan,
karena aku sendiri tidak tahu bagaimana aku harus memakan rindu itu,
karena aku yang setiap harinya makan sepiring nasi dan sepiring mie instant saja,
masih merasakan kelelahan, lalu bagaimana jika aku hanya memakan rasa rindu ini..?
Dan malah bukan hanya itu saja. Aku hanya menaruh rindu ini untuk kekasihku.
Tetapi jika rasa rindu itu sudah harus hilang, larut, hanyut dalam hatiku.
Bagaimana aku harus mewariskan rindu ini nantinya…..
dan apakah sebait rasa rindu akan hanya tinggal menjadi sejarah yang terlupa…?
Diajeng….
Saat ini aku mungkin mencari seseorang yang dapat mengerti aku.
Seseorang yang akan mau memahami tentang perasaanku.
Tentang rasa rindu, cinta dan harapan, serta kepercayaan.
Rasa percayaku sudah mulai menipis, seiring terkikisnya permukaan hati yang hanya aku percayakan untuk kekasihku tercinta dan tersayang.
Aku juga sudah mulai ragu, dan sudah terlalu lelah untuk mampu memahami lagi arti perasaan manusia. Sebab aku sendiri tidak pernah ada yang mampu memahami.
Aku teringat kembali pelajaran yang aku terima. Yang mana dalam peristiwa itu disebutkan “….orang lain akan bisa mengerti tentang kisah kita ini.
Namun mereka tidak akan mampu mencapai dan memahami kisah kita ini…...”
Karena kisah ini kita yang rasa, kita yang menjalankan dan hanya kita yang sanggup memahami tiap bagian-bagiannya.
Diajeng…
Rasa sakit yang selalu menyelimutiku ini,
akan terasa sangat indah saat kita melewatinya berdua nantinya.
Sayang… jangan kau lihat aku dengan perasaan matamu,
yang tak lain hanya akalmu saja yang menemuinya.
Tapi coba lihatlah aku dengan semua yang aku miliki,
lihatlah dengan perasaan cintamu yang “Hak
dari sang maha Benar, dari sang pemilk_Nya yang Agung.
Coba lihatlah dengan rasa Syukurmu yang paling dalam,
bahwasanya apa-apa yang ada dalam setiap nafas dan denyut nadi manusia itu,
tak tenilai harganya.
Sehat itu mahal, Sehat itu nikmat, sehat itu Rizky, dan sehat itu syukur……
Diajeng…
Sudah sampaikah kamu melihatku sampai ketingkat itu…..?
Diajeng….
Mungkin itu dulu rasa syukur yang aku tuliskan buatmu untuk kali ini.
Dan selanjutnya aku akan ada disampingmu untuk menyentuhmu dan memelukmu.
Aku akan menemuimu untuk rasa cinta dan rinduku.
Aku akan bersamamu untuk rasa sayang dan janjiku……

Sabtu, 09 Februari 2008

Salam Rinduku

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamualaikum wr. wb.



Diajeng,

Sunguh malam itu sangatlah indah dengan nyanyian merdu kasih sayangnya kepada dunia lewat mimpi, atapun dengan sejuta bintang yang menyinari kelembutannya. Seandainya diajengku pun bisa tahu tentang cerita malam kepada dunia, malam dengan rayuan pulau mimpiya, dan malam bersama berjuta harapan dan keluh kesah orang-orang kecil nan teraniaya. Malam tidak selamanya datang dengan membawa berita duka ataupun kuasa tangan-tangan perkasa yang semakin kokoh menempatkan dirinya disamping altar pemujaan.

Sungguh malam akan sering datang, mengiringi raungan rindu dari para gadis, juga tangisan merdu dari para wanita-wanita tua.

Malam akan selalu datang dengan membawa kabar bahagia dan dusta. Bahagiamu yang akan kau rasa setelah seharian menahan dahaga. Kesejukannya mengganti warna indah sang mentari yang mulai meradang oleh ulah manusia. Malam telah merubah semua kengerian awan dan mendung dengan kabut senjanya diatas menara-menara langit lazuardi. Malam telah mampu menyandingkan setiap insan dengan insan lainnya atau keluarganya. Dan yang pasti malam, menjadi sarana nan indah untuk mendatangi sang Kekasih Sejati (4JJI).

Diajeng,
Aku akan selalu ada dengan nyanyian rindu yang telah kugubah sendiri syairnya, yang kusadur dari kalimat-kalimat indah yang aku sendiri pun taidak pernah tahu dari mana asal muasal kalimat-kalimat yang kusadur itu. Mungkin pemiliknya sendiri telah mati. Atau mungkin penulisnya lupa mengasaih nama pada bagian akhir tulisannya, lalu Dia lupa menaruh tempatnya. Tapi yang pasti, nyanyian itu telah merubah jalanku. Syair gubahanku itu telah banyak menuai tentangan dari berbagai pihak. Yang akan mungkin pula dikatakan bahwa aku telah gial, edan dan tidak waras, karena aku telah kehilangan harta yang sangat berharga bagiku (Kamu). Karena itu akan sangatlah wajar jikalau manusia lain menyebutku seperti itu, karena memang mereka mulai rabun dengan pandangannya. Bahkan jika dia ditanya mengenai dirinya dan apa yang dia lakukan pun, pasti jawabannya akan semakin membuat para Malaikat menjadi bingung.

Diajeng,
Apalagi saat malam itu telah bergerak sendiri guna menunjuki kebatilan para pengguna sangka kedalam sangkanya sendiri. Sangka-sangka manusia, tak lain hanyalah sangka syetan terhadap kebenaran dan kebaikan. Tiada sangka baik pun dari manusia yang akan mampu membuat hidupnya lepas dari sangka buruk itu sendiri. Dan kau pun sendiri telah tahu, antara sangka baik dan sangka buruk itu, yang kau sendiri pun mungkin pernah menyangkakan sangka buruk itu kepada yang Maha Hak, atas semua keadilannya bagi manusia.

Diajeng,
Sungguh aku sangat rindu padamu. Sungguh aku merindukan saat-saat kebersamaan kita dulu. Sebab tiadalah sangka lagi yang bisa aku gunakan untuk mengungkapkan rasa rinduku ini. Aku hanya mampu mengirimkan salam rindu ini, melalui celah-celah mimpi yang sedianya mungkin kau telah membukakannya untukku.

Diajeng,
Hari telah berganti masa. Dari masa keindahan malam, menuju ke masa kecerahan siang tadi. Sementara mulut ini telah terasa kaku untuk kembali berucap, yang mungkin pula hanya sekedar mengungkapkan kata "Cinta" ini kepadamu. Aku semakin tenggelam dalam masaku sendiri sayang....
Telah kutatap malam dan kusambut pagi dengan sangka baikku. Telah kusingsingkan lengan untuk menujung pagi bersemi ini, dan kugunakan kekuatan ragaku ini untuk mengayunkan pedangku kala siang tadi. Telah kumantapkan semua sangka baikku pula saat siang ini mau beranjak pergi. Dan senja yang gemerlap dengan pesona malam yang menjelma pun telah dapat kusaksikan dari bilik diriku. Aku pun mulai tersipu malu terhadap para pengembara yang menatapku penuh curiga. Dan aku dengan segenap nafasku, kembali meneriaki pagi yang telah berlalu untuk menymabut pagi kemabali.

Diajeng,
Mungkin kau hanya menyaksikan kedrmawanan hujan yang terus membagikan curahan kasih sayangnya bagi semua makhluk didunia untuk beberapa hari ini. Dan aku pun telah menitipkan sedikit air mataku bersamanya, seperti yang sering kau katakan pun, kau ikut terlarut dalam pekat cairan pesoanaku itu dalam setiap pengapdianmu. Dan aku pun ikut menangis sayang...
Hingga akhirnya aku menjadi bimbang. Aku tidak tahu apakah air mata ini adalah sebuah ungkapan kebahagian, ataukah hanya titipan pesan perasaan hatiku yang telah tergores oleh badai tahun ini.
Aku hanya mampu menolehkan wajah indahku ini, kebagian raga yang sering terhantam kata. Dan aku sekarang teraniaya oleh perangkap dunia yang telah syetan ciptakan. Walau aku sangat tahu pun jalan keluarnya.
Aku menjadi manusia yang sering bersembunyi dibalik singgasana kebesaran_Nya, dan sering kali aku keluar dengan cermin yang telah Dia sisipkan untuk dunia.
Aku tidak berharap, meminta apalagi memohon. Dan aku malah sering menjauh pergi ketika datang masanya bagiku untuk mengucapkan satu permintaan. Aku sudah berbulan-bulan melewatkan kesempatan itu. Aku tidak memiliki apa-apa yang kudapati. Aku juga tidak berhak apa-apa dari semua yang kuperoleh dengan sekuat tenaga. Karena aku sadar akan diriku. Aku sadar tentang diriku dan penyesalanku dan kecuranganku. Aku sadar dengan apa yang seharusnya kuberbuat. Aku sadar kemana seharusnya aku menunjukkan kasih sayang ini. Aku sadar kepada siapa aku akan bertanggung jawab dan mengatakan semuanya nanti. Dan aku juga sadar bahwa hidupku memang sudah tidak lama lagi.

Diajeng,
Dan aku pun sadar bahwa kau memang wanita yang sangat aku cintai, dan bahkan aku pun telah menikahkan jiwaku denganmu yang tanpa terpaut jarak dan waktu. Dan ketika itu aku pun dengan sangat sadar telah melakukannya. Dan yang terakhir aku pun sadar dengan keberadaanku disini. (bersambung...................).

Jumat, 08 Februari 2008

DiajengQ ..Assalamualaikum wr.wb. Salam untuk diajengQtercinta……… Salam juga untuk semua malaikat pendampingmu didisimu… Salam untuk Muhammad…

Assalamualaikum wr.wb.
Salam untuk diajengQtercinta………
Salam juga untuk semua malaikat
pendampingmu didisimu…
Salam untuk Muhammad…
Salam pula untuk kedua orang tuaku…….
Salam untuk saudara-saudaraku……..
Salam untuk sahabat-sahabatku…..
Salam untuk Syeh Abdul Qodir Al-Jaelani…….
Salam untuk mbah Sunan Kalijaga,
mbah Sunan Muria,
mbah Sunan Kudus………
Salam untuk mbah Saridin,
mbah Syeh Ahmad Muttamakin,
mbah Hendro, mbah Syeh Ronggo Kusumo………
Salam untuk malaikat juru Pati……..
Dan salam untuk kekasih Sejatiku Allah swt.

Sayang….
bukan kemana angin berhembus,
dan bukan pula kemanakah akan kuhentikan
langkahku kali ini.
Tetapi memang sudah sekian lama
ku terlelap dalam keindahan mimpi bersamamu.
Aku sudah semakin larut dalam kemesraannya.
Yang membuatku merasa damai saat Shubuh itu tiba.
Mungkin kelak kan kukibarkan bendera kejayaanku
pada saat tentara sekutu itu sudah mulai meracuni
fikirannya sendiri dengan warna emas pedang mereka,
sehingga aku dengan gagah berani mebentangkan
sayapku lebar, untuk merengkuhmu kembali disisiku.
Mungkin arti hadirku dirasa akan sangat memberi
warna kesejukan, setelah panas dan ganasnya
perang itu. Atau mungkin pula para penulis sejarah
lagi tidur pulas tatkala harus menuliskan
tentang bagianku. Mungkin hanya itu yang
bisa mereka wujudkan dari haluan mimpinya.
Aku kembali dengan senyum itu sayang.
Aku juga akan kembali merebahkan kepalaku
ini diatas bantal yang telah kau sulam sendiri
selimutnya dengan penuh kasih sayang layaknya
seorang ibu. Aku akan menuangkan segelas
minuman manis kedalam gelas yang telah
kau siapkan, sebagai tanda bahwa aku suamimu
telah kembali. Dan juga sebagai tanda awal manis
lahirnya suatu kehidupan baru, setelah sekian
lama berkutat dengan kepahitan.
Dan juga unutk mengenang kembali
masa-masa indah kebersamaan kita dulu.
Aku akan membangunkanmu saat malam
semakin mencekam, agar kau tidak terlalu
larut dalam tidurmu. Karena seperti yang aku
pesankan kepadamu, bahwa kau harus selalu
siaga saat anak kita terjaga dari tidurnya yang
agung. Saat malam itu pun kau juga harus menjadi
pemimpin dalam rumah tanggamu tatkala
aku harus bertugas menghadapi ganasnya perang.
Dan mungkin juga sebagai suatu persiapan,
jika suatu ketika nanti aku akan menghadapi ajal.
Karena malaikat juru pati seolah selalu hadir
dalam setiap lingkaran sangka yang kucipta.
Dan seolah kepingan hati yang berserakan pun
sudah mulai menyatu, seperti pertanda bahwa,
kehidupan hampir memasuki masa tanggang.





Larut……….
Malam semakin larut,
dan seolah manusia akan berlari mengejar
bayangnya sendiri.
Mati seakan menjadi kalimat pamungkas
dalam segalanya.
Padahal mati…. bukanlah akhir dari kehidupan ini.
Karena mati bukanlah wafat…
karena mati, adalah satu-satunya jalan
untuk bertemu dengan sang kekasih.

Dan selanjutnya sayangQ…..
Malam telah membulatkan semua
tekadaku untuk berteduh.
Malam telah menunjukkan padaku
bagaimana cara mereka hidup.
Malam telah memberi terang bagi jalanku.
Walau disebagian pihak malam telah
membutakan mereka dari keindahan
dan pesona didalamnya,
dan juga pesan nyanyian alam
bagi mereka yang tidak takut akan gelap.

Diajeng….
Mungkin pula dalam setiap kesempatan yang ada…………..????
********blank-erorr******___________

Minggu, 27 Januari 2008

Meninggalnya Sang Maestro

Meninggalnya Sang Maestro

Salam untuk semua komunitas ini.
"Innalillahi wa inalillahi rooji'un"
Seharusnya duka ini sudah tidak terlalu dalam,
karena memang sang Maestro sudah
terbaring lama dalam sakitnya,
yakni sudah 24 hari.
Dan saya teringat oleh pesan terakhir
yang disampaikan oleh
sang maestro pertama Indonesia "Soekarno"
yang disampaikan oleh saksi sejarah,
bahwa "beliau Soeharto,
pun akan mengalami hal yang sama dengan dirinya,
adalah saat menjelang akhir hayatnya".
dan memang terbukti,
bahwa Soeharto terbaring koma tak berdaya,
selama 24 hari,
dan atasa perawatan tim dokter kepresodenan.
Hal yang dialaminya hampir serupa dengan pak Karno,
yaitu tubuhnya membengkak,
dan sebagin organ tubuhnya tak berfungsi.
Ya, kalo saya mengatakan sih beliau
sudah meninggal hari Jum'at lalu.
Mungkin saja karena Malaikat bingung
waktu mau mencabut nyawa pak Harto,
karena tiap kali malaikat datang untuk mencabut nyawanya,
saat yang bersamaan juga,
datang do'a dari orang-orang yang mendo'akan
untuk kesembuhannya.
Untuk anda-anda semua, yang ada dalam komunitas ini,
aku hanyalah manusia biasa yang hanya bisa melihat dari fakta
dan kenyataan yang ada,
bahwa yang terjadi dinegaraku sekarang,
tak lain hanyalah sekumpulan topeng-topeng kemanusiaan
yang mengatas namakan orang-orang baik.
Bagaimana tidak,
tiap hari yang ada hanyalah berita kriminal
dan tindakan pencurian
oleh orang-orang yang dipercaya,
juga setiap hari yang ada hanyalah
tindakan penganiayaan dan kekerasan dan penindasan.
Harga-harga barang kebutuhan juga semakin tak terkendali.
Sementara masih ada orang-orang kuat yang menunggangi
pundak-pundak orang-orang yang lemah
dan mengatas namakan kemanusiaan.
Aku hanya teringat "TRIKORA" dan "MASA ORDE BARU".
Ya, yang meski
pun semuanya pasti ada efek baik dan buruknya,
tetapi paling tidak bapak dan emakku,
tidak perlu mengeluh hanya untuk sesuap nasi untukku
dan saudara-saudaraku. Apa yang bisa anda katakan,
jika masa yang indah, damai, dan makmur,
kemudian datang tangan-tangan perkasa
yang mengatas namakan diri sebagai pejuang nurani,
dan berhasil menggulingkan kejayaan suatu pemerintahan,
dengan niat dan tujuan yang tetek mbengek,
yang katanya untuk
me"REFORMASI" total untuk menuju ke kebaikan,
tetapi nyatanya hanya omong kosong saja.
Yang ada hanyalah aksi pembantaian dan balas dendam,
aksi saling sikut dan berebut benar,
kekerasan dan kemunafikan,
dan tiada lain hanyalah semakin semparawut.
Aku hanya menyampaikan rasa belasungkawaku,
terhadap matinya pejuang kemanusiaan.
Dan aku juga turut menyampaikan salam dan hormat saya
kepada almarhum beliau H.M. Soeharto,
karena beliaulah sosok
sang Maestro yang sarat PRO dan KONTRA.
Hanya saja, mungkin jika nada mau melihat kenyataan yang ada,
bahwa orang-orang baiklah,
yang sampai saat menjelang ajal pun
masih tetap tersenyum.
Aku juga ingin menyampaikan salam hormat saya,
untuk beliu SOEKARNO dan seluruh keluarganya,
dan juga untuk semua PAHLAWAN_PAHLAWAN masa lalu,
yang ikut memperjuangkan kemerdekaan bangsa
dan negarku tercinta ini,
yaitu REPUBLIK INDONESIA.
Mungkin hanya itu saja untuk anda semua,
mudah-mudahan anda semua termasuk kedalam golongan
orang-orang yang tidak dibutakan oleh
sebentuk DUNIA ini,
sehingga anda akan mampu berfikir positif,
berfikir dari hati nurani anda yang luhur,
dengan disertai pula akal dan fikiran yang sehat,
jiwa-jiwa yang bersih dan niat baik anda
untuk menerima segala sesuatu yang baik pula,
sehingga anda akan mampu
menghargai setiap bentuk manusia
yang ada disekitar kita.
Jangan bilang MASJID itu hak milik,
yang harus senantiasa dijaga dari kekotoran.
Karena MASJID itu rumah Allah, dan setiap Muslim,
bahkan semua makhluk Allah berhak untuk memasukinya.
Maka mungkin untuk pengurus-pengurus MASJID
yang senantiasa melindungi MASJIDNYA
dengan gembok-gembok emas
dan pagar-pagar raksasa, ingatlah,
bahwa kuasa ALLAH lebih dari yang kau fikirkan.
Allah lebih tahu dari apa yang harus Dia lakukan.
Salam, untuk semua hati dan insan REPUBLIK INDONESIA
dan kaum Muslimin dimanapun berada.

Assalamualaikum wr.wb.

Nur Aziz
(komengpasfm_aziz@yahoo.com,
diajeng.aziz@gmail.com,
dijeng_aziz@telkom.net)

 
Ir. Soekarno

 
Keluarga Cendana

 

Sabtu, 26 Januari 2008

Rahasia Malam dan Cinta

Salam..............................................................................................................................

GAMBARAN WAJAH MALAM

Malam, dengan segala keindahan didalamnya,
juga dengan semua kepenatan yang ia ciptakan,
dan untuk rahasia malam,
dengan hal-hal yang ia sampaikan untuk dunia.
Adakalanya malam datang dengan membawa kebisingan semu,
yang seketika pula langsung pergi dan menghilang.
Juga suatu ketika, malam datang dengan membawa
berjuta pesonanya yang Agung,
dengan keindahan fajar dan sang bintang,
juga bersama kesunyian dirinya yang meraja,
dan dengan segala rahasianya dibalik kegelapan nan pekat,
dan juga sebentuk cinta.
Wahai jiwa-jiwa remaja, yang aku juga ingin berwasiat kepadamu,
tentang segudang ilmu-ilmu ma'rifat dan cintaku kepada-Nya,
juga segala bentuk keabadian cintaku yang suci,
untuk istri dan anak-anakku,
juga demi sebuah cinta yang teramat besar
untuk kusanjung dan kudirikan,
yaitu sebuah cinta dan pengabdian untuk bapak dan ibuku,
dan juga saudara-saudaraku.
Sekarang remaja sudah mampu melewati semak belukar
yang tumbuh subur dilahan tandus dengan kaki dan tangannya sendiri,
sementara untuk kaumku dulu,
mestilah harus dengan menekuk kedua lutut dahulu,
dan membungkukkan leher dan punggungnya,
hanya untuk sekedar memasuki pekarangannya.
Remaja dengan segudang senjata dan peluru yang ampuh
untuk sekedar menghancurkan seluruh permukaan bumi ini
yang hanya sementara.
Itu bukan berarti lantas kalian akan dengan enak
melewati semua titik-titik jalan yang telah dibuat,
yang meskipun pada masa lalu telah dibenamkan,
agar tidak dilewati lagi oleh kaum mudanya kelak.
Namun batasan untuk itu ternyata hanyalah wasiat belaka.
Dan mungkin jika wasiat itu sudah dibungkus rapi
dalam sebuah kotak tua yang indah,
malah akan hanya dijadikan hiasan saja,
atau malah akan diselipkan dalam gerobak para pemulung
yang melewati perjalanan panjang nan terjal, saat melewati
halaman rumah seorang kaya.
Mungkin itu pula khayalan semu
yang selalu menghinggapi suatu pandanganku
tentang remaja masa kini,
dan mungkin juga nanti.
Aku sangat menyayangkan kalian,
yang selalu berebut benar, untuk suatu kemunafikan.
Malah adakalanya yang mereka inginkan itu
hanyalah sebentuk kehampaan yang telah terciptakan,
mungkin oleh suatu kaum
yang dulu pernah jaya dengan sebuah karyanya yang busuk.
Sering kali kulihat para penjual topeng-topeng keadaan.
Mungkin aku juga pernah membelinya dan memakainya,
karena yang kusaksikan pula ada sedikit keanggunan
bagi para pemakainya.
Jadi kemudian aku berfikir,
pastilah aku akan menjadi sangat luar biasa
dengan benda yang aku dapatkan ini.
Adalah suatu kebodohan,
jika kalian mau membantu menyelesaikan masalah seseorang,
padahal kalian sendiri harus menghadapi berjuta impian
dan tantanganmu sendiri.
Apalagi malah kalian ikut membantu membekalinya
dengan tafsir mimpimu.
Sudahlah kalian, mungkin jadi semakin bingung ya............
Itu semua tadi hanyalah suatu bentuk
pembodohan dan penganiayaan,
kepintaran dan teraniaya,
kelemahan dan kemunafikan,
kekuatan dan kebodohan,
dan kebohangan dan kemuanfikan
oleh suatu kelemahan dan kepintaran.
Ini hanyalah untuk sebuah pengabdian
dan pertemanku dengan malam,
dengan semua keindahan dan kengeriannya,
dan semua cerita dari sini untuk dunia.
Dengan semua rahasia-rahasianya
dan semua kedirian jiwa-jiwa manusia,
yang telah membahagiakan
dan bahagia bersama cinta_Nya yang Agung.

GAMBARAN WAJAH MALAM
komengpasfm_aziz@yhoo.com, aziz-diajeng.blogspot.com

komengpasfm_aziz@yhoo.com, aziz-diajeng.blogspot.com
.........................S-----a-----l-------a----m.............................

Selasa, 22 Januari 2008

Jangan Tambahkan Ketamakan

Salam.

Jangan tambahkan ketamakan dan kemunafikan, kedalam tubuh yang rentan ini. Juga jangan samakan kau dengan tubuh-tubuh kaku nan renta yang mampu membius kedewasaan menjadi kebijaksanaan.
Sudah ah... bayarnya mahal.
he.. he... he.... 

Minggu, 20 Januari 2008

Rahasia

Salam....

Untuk semuanya, hari ini yang seharusnya hari kemarin aku menungkapkannya,
aku beralih fungsi menjadi pendalil yang rendah hati dan tua renta, dan seolah aku hanya mampu membakar buku yang sudah usang saja. 
Apakah ada yang tahu dengan yang aku rasakan sekarang? 
Aku kini menjadi lelaki tua yang akan menceraikan istriku sendiri yang sudah lama sekali aku menunggunya kembali, dan sesaat setelah ia kembali, aku malah menelantarkannya.
Aku sangat tak berdaya dengan semua yang dia nyatakan padaku.
Yang artinya, dia sendiri pun bahkan tidak tahu dengan apa yang ia katakan.
Karena seolah yang ada padanya itu sudah bukan merupakan kuasanya lagi,
sehingga selalu yang terlihat dan terasa olehku
hanyalah nyanyian merdu seekor burung indah yang meratapi dirinya
dalam sebuah sangkar emas. Memang bagi para yang mpunya,
nyanyian seekor burung itulah yang mereka beli dan untuk mereka miliki,
yang mereka menganggap, itulah nyanyian termerdu yang mereka buat,
dan bahkan sampai diadu dalam sebuah perlombaan.
Padahal jika sebenarnya anda tahu dan paham apa yang diutarakan
dalam nyanyian merdu seekor burung indah dalam sebuah sangkar emas,
mungkin anda sendiri pun tak tega dan ngeri mendengarnya. Karena memang,
jiwa mereka akan terasa bebas dengan menyanyikan lagu-lagu merdu utnuk bumi,
sementara badannya harus bergelut dengan rantai-rantai belenggu,
yang terbuat dari emas dan permata sekalipun.
Dan mungkin itulah gambaran yang ada pada dia "istriku" sekarang.
Dan selanjutnya aku pun teringat dengan syair indah yang ditujukan untuk bumi yang indah, oleh kyai besar dari timur "Gus Mus", dalam sayairnya yang kira-kira berbunyi
" Aku tak bisa lagi bernyanyi.
Bagiku kini tak ada lagi lirik dan musik yang menarik untuk kunyanyikan bersamamu
atau sendiri. Burung-burung terlalu berisik mendendangkan apa saja setelah mereka merdeka. Membuatku tak dapat mengenali suaramu atau suaraku sendiri...............
".
Mungkin itulah sedikit yang bisa aku tuliskan untuk anda, tentang yang pernah aku dengar,
dari seorang ulama besar seperti beliau,
tentang ungkapan hatinya untuk dunia.
Dan sekali lagi terkait dengan nyanyian rindu,
atau pun seruan jiwa dari jiwa-jiwa yang mengembara dan tubuh-tubuh yang penuh dengan belenggu kemunafikan dari sang bijaksana yang penuh dengan kesopanan dan kewibawaan,
yang senantiasa hidup hanya untuk suatu kewibawaan dan nama besar didunia ini,
yang bahakan sampai melupakan saudaranya sendiri.
Aku tidak pernah mengatakan hal yang demikian itu untuk suatu tujuanku,
yang pastinya tidak aku relakan untuk disentuh oleh kemunafikan yang tanpa batas dan tanpa cela. Karena, suatu kemunafikan, dimanapun itu, dan dengan balutan seindah apapun,
akan tetap menjadi suatu petaka buatku. Aku hanya menuliskan seperti itu,
karena dia istriku, sampai sekarang pun aku masih menunggunya.
Aku masih sangat sayang padanya. Dan aku sangat mencintainya.
Terakhir dia menuliskan padaku "...aku juga sayang sama kamu Zis,...",
dan itulah kalimat terakhir yang dia tuliskan untukku,
yang meskipun itu hanya dalam waktu yang singkat dan hanya beberapa waktu lalu.
Diajeng, bagaimanapun juga, aku sangat sayang sama kamu.
Dan bagaimanapun juga, aku tidak ingin meninggalkanmu.
Aku tidak ingin pisah darimu. Dan aku ingin selalu kau ada disampingku.
Jadi, terakhir aku hanya ingin jawaban darimu,
yang artinya kau mau kembali bersamaku dan selalu berada disisiku,
karena memang aku sangat membutuhkanmu.
Aku akan sangat bahagia,
jika kau ada disampingku. Dan kau selalu ada jika aku butuhkan,
karena dengan senyum indahmu,
rayu suaramu dan harum tubuhmu serta aura kasihmu

itu aku serasa hidup dalam buaian indah seorang suami kepada istrinya dan keluarganya.
Diajeng, sekarang aku berada disini, dan menghabiskan waktuku sore ini,
hanya untuk bersamamu. Yang meskipun hanya lewat tulisan ini. Yang mudah-mudahan,
suatu saat nanti kau akan dapat membukanya
dan mau melakukan perjalanan sejauh apapun demi sang kasih sayang,
dan aku pun akan rela berjuang demi cinta dan berkorban untuk kasih sayangmu

 
Diajeng, berkali-kali aku selalu memandangi potretmu ini,
karena memang senyum indahmu yang tertawan oleh cinta dan jiwa manusiawimu sangat kelihatan indah disitu. Lihatlah indahnya senyum dan pandangan matamu.
Aura kasihmu sangat terasa jelas walau hanya dari gambaran semu
yang pada hakekatnya adalah kenyataan yang pernah kita alami. 
Aku tidak pernah merasakan aura kasihmu yang dulu, semenjak kau pergi meninggalkan aku. Tetapi dengan melihat kembali senyum indahmu yang tertahan dalam foto kita ini,
aku seakan merasakan kehadiranmu. Dan aku selalu membuka file ini,
saat aku rindu padamu, yang sudah semestinya aku selalu rindu padamu.
Sayang, aku sudah harus pergi sekarang,
karena ini sudah menunjukkan saatnya aku harus keluar dari ruangan ini,
yang mungkin juga ketika aku keluar nanti, kau sudah menungguku diluar sana,
dan mungkin aku juga akan hanya terdiam dan menundukkan kepalaku dan membisu dan menyakiti hatiku dan menyesalkan pernuatanku dan menanyakan tentang perasaanmu dan menyudahi penyesalanku. 

SayangQ, masih ingatkah kau akan rencana kita berdua untuk berumah tangga dan membina rumah tangga? 
Dan masih ingatkha kau dengan cinta kita berdua dan cinta kita kepada orang tua kita dan saudara-saudara kita dan semua manusia termasuk makhluk_Nya....?
Salam beribu salam ku untukmu, kekasihku tercinta, istriku tersayang, Khusnulku seorang....

Salam.



Pati, 20 Januari 2008.



Nur Aziz 05 mei 1985

Jumat, 18 Januari 2008

Aku Kembali




Salam...

Diajeng, aku ini adalah lelaki yang mudah sekali merindu.
Dan aku selalu rindukan kasih sayang darimu yang tlah lama memudar,
seiring dengan waktu yang semakin tak menentu,
hanya karena hubunganku dengan manusia yang lainnya menjadi suram karena kecurangan yang aku sendiri pun tidak pernah ikut memburunya.
Dan, suatu ketika saat aku harus kembali menikmati rasa yang pernah datang menghampriku semenjak usiaku beranjak dewasa,
aku pun bertindak sebagai manusia yang semakin hina oleh mudahnya tingkah laku yang tidak disukainya,
dan aku pun masih terus berharap akan terus dapat menarik kembali semua pernyataan yang pernah dibuat oleh para pendeta busuk,
yang mengaku menjadi pahlwanku, ketika aku dewasa. 
Namun aku selalu teringat pesan yang selalu aku pesankan kepada sahabatku,
yang acap kali waktu kita bersama, kami selalu saling terbuka dan bahkan sering salaing emosi dan menyalahkan tiap kali kita bergumam dalam hati dan menyamakan persepsi.
Aku sering kali berpesan, bahwa "ajining diri soko lathi, ajing rogo soko busono".
Jadi jelas sekali apa yang ada dalm persahabatan kami,
bahwa "kejujuran dan penampilan akan selalu menjadi prioritas yang utama bagi kami",
yang artinya, kapan pun dan dimana pun,
kita akan selalu menjaga dan menegakkan kejujuran itu dan dengan harga diri kami yang akan senantiasa terjaga.
Kemudian dalam kaitannya dengan keterbengkelaian hati kami sendiri-sendiri,
yang kami pun akan merasa lelah yang berkepanjangan ketika kami harus 
berlatih sangat dini untuk menangkap ketenangan hati dan kemenangan jiwa. 

Selasa, 15 Januari 2008

Selanjutnya

Salam!

Selanjutnya dalam kisah yang telah sedikit terlupa ini,
aku akan mencoba memberikan sesuatu yang berbeda dari biasanya,
karena aku memang memiliki perbedaan dengan manusia lain.
Namun bukanlah suatu kebetulan jika mungkin nantinya anda pun ada yang menyamainya.
Halah, aku mungkin hanya bercanda saja kali ini,
karena semalam, entah bercanda atau tidak,
tapi aku berharap semalam dia hanya bercanda denganku,
yang mungkin dia ingin atau kangen bermanja-manja denganku,
karena memang sudah sejak Juli 2007 lalu,
dan hingga kemarin baru aku bisa bicara dengan dia dan kembali mendengarkan permintaan hatinya.
Dia, hanyalah manusia biasa, yang juga mempunyai banyak kekurangan,
dan mungkin malah lebih banyak kurangnya, ketimbang lebihnya.
Tapi sungguh bagiku, dia sangat berarti dan berharga.
Bahkan saat dia meninggalkanku disini sendiri kala itu,
semakin hari aku semakin sakit dan merana tanpa ada yang tahu dengan apa yang aku rasa,
dan setahunya hanyalah aku sudah gila dan tidak waras lagi, hanya gara-gara seorang wanita, yang notabene masih banyak yang lainnya yang mungkin juga aku masih mampu unutk meraihnya. Namun semua sungguh pedih. Karena aku tidak pernah bisa meninggalkannya. Mungkin juga karena saking percayanya aku akan ketulusan cintanya,
yang sekali pun yang diketahui adalah kalah oleh keadaan,
yang memang bukan hanya dia saja yang akan melakukan hal yang serupa
jikalau dia sendiri yang menghadapi. 
Selanjutnya,
aku masih tetap disini dan masih setia menuliskan alunan perasaan hati ini.
Dan harus bagaimana lagi aku untuk membahagiakan orang tuaku yang juga semakin hari semakin digeluti usia tua.
Juga harus dengan apa lagi aku untuk bisa membahagiakan dan menyempurnakan hidupku jika tidak dengannya. Dia itu sungguh sangat indah.
Dia sangat cantik dan istimewa,
yang memiliki berbagai keanggunan yang hanya dia sendiri yang menyandangnya dan mungkin juga hanya aku yang mampu merasakannya.
Dia itu sungguh seorang wanita yang apabila dia tersenyum,
akan mampu menidurkanku saat aku dipenuhi nafsu, dan mampu membangunkanku seketika pula ketika sarung-sarung tangan keserakahan mulai melelapkanku.
Dia, yang apabila menuturkan sapanya,
laut pun seolah berhenti berombak dan angin pun seolah berhenti berteriak dan bernyanyi dan akan hanya mengirimkan nyanyian rindu dari dalam hati masing-masing pribadinya.
Dia tiadak pernah memberi kendala bagi siapa saja yang ingin merasakan indahnya kasih sayang seorang ibu, karena memang dialah ibu dari anak-anakku nantinya.
Dia juag tidak pernah berhenti mengemban keanggunan khas perawan yang diwariskan kepadanya, yang senantiasa harus selalu terjaga,
mungkin juga dimalam hari hanya untuk mungkin mengelap keringatnya sendiri.
Dia kembali disisiku saat jiwa dan batin ini semakin galau dan hampir putus asa disaat semuanya mulai tidak pasti dan menentu, bahkan untuk umur seekor nyamuk.
Dan kemudian dia selanjutnya akan datang membawa barang belanjaan yang sangat banyak yang dia belikan untuk bekal makan adek-adeknya dan keluarganya yang sudah semakin membaik. Dari budi pekerti maupun hiasan menarik duniawi.
Dia, juga pernah menawarkan diri pada suatu pesta perayaan suci,
saat dimana para perawan sudah mulai dipertanyakan keperawanannya,
karena memang dialah wanitaku dan tak lain dialah istriku yang terkasih dengan segala ketulusan hatinya dan utuh penuh datang untukku,
dan mendampingiku dan menyenangkanku dan membahagiakanku dan menyayangiku.
Dia, yang terbaik dari masa ke masa.

Salam.

Minggu, 13 Januari 2008

Istriku Yang Kembali

Salam.....
Hi, istriku...
Apa kabarmu selama ini, selama diajeng meninggalkan aku, selama diajengQ ini menjalani kesendirian dan kedirian, selama diajeng menanggakan risalah dan masalah-masalah kita, selama diajengQ ini melakukannya. Bagaimana diajeng...?
Diajeng, selama ini aku sakit dan rapuh sayang. Aku hanya selangkah saja menuju harapanku, karena  sebelah kakiku ada padamu, dan tanganku, terutama mataku, dan hatiku dan seperuh nafasku.
Diajeng, tapi kini kau telah kembali. Kau yang telah lama kunanti kini tlah bersamaku kembali. Meski pun hingga hari ini aku masih belum melihat senyum itu. Aku datang dari kerapuhan itu. Aku datang dengan segala isi cinta yang masih utuh seperti sedia kala, yang sedianya memang kuabdikan separuh perjalananku untuk menjaganya.
Diajeng, kini kau berhak menerimanya kembali. Hanya kau yang pantas menyandangnya dan mendampingiku. Sungguh hanya kau seorang yang tersayang.
Diajeng, kini selaput malam telah memayungi fikiranku, dan saatnya bagiku untuk mengunjungi selimut malammu yang telah terjaga oleh tangan-tangan perkasa itu, yang seolah membekas seperti maut. Sungguh, mungkin sedari kau melirik kebawah tanggamu itu untuk menyapaku, jari telunjuk dari gurita keserakahan itu akan membunuhku beserta khayalanku dan mimpiku.
Diajeng, dari lubuk hatiku yang terdalam, aku persilakan kau untuk menduduki kembali ruang hatiku yang telah lama kau tinggalkan tanpa sedikit pun riak yang kau sisakan, sehingga seolah tampak tandus dan berbau busuk, seperti medan perang yang memerah dan anyir oleh darah.
Diajeng, aku harap besok adalah hari pertamamu membuka kembali bungkus hitam jendela kamarmu untuk menyambut sinar cerah mentari dan tersenyum ramah menyapaku, suamimu.
Dengar sayangQ....
Dengar bisik angin itu berbicara
Dan lihat gulita malam itu seolah memandang bahagia
Dan rasakanlah desah kelambu malam itu yang biru, seolah memayungi cinta kita disampingnya. 
SayangQ, Aku sangat bahagia bersamamu, dan aku tidak mau kau pergi lagi, walau samapi nanti. Aku ingin menghabiskan malamku kali ini bersamamu untuk melepas rinduku. Aku ingin memelukmu semalam ini, dan mencumbu dibawah sinar bintang. Dan lihatlah rintik hujan dipagi ini, seolah merayuku kembali untuk menyerukan tawa yang ramah pula.
Terima kasih DiajengQ....
Aku sangat sayang kamu. I love U.
Salam.

Khusnul Khotimah
                                                                                                                &
                                                                                                        Nur Aziz

Pati, 13 January 2007